Andre Darmawan, kuasa hukum Supriyani, menyampaikan, sejak awal kasus ini bergulir, sejumlah hal terkesan dipaksakan dan cacat hukum. Penyelidikan, penyidikan, hingga pelimpahan kasus ke pengadilan dinilai tidak tepat dan tidak layak untuk dilanjutkan (Kompas.id, 23/10/2024).
Hati saya sedih sebagai tenaga pendidik tatkala mendengar berita guru honorer dikriminalisasi oleh orangtua murid. Peristiwa di atas mencerminkan adanya ketidakharmonisan hubungan antara siswa, guru, orangtua, dan sekolah.
Lebih dari itu, belum adanya persamaan persepsi tentang hukuman dalam proses pembelajaran dan lingkungan sekolah yang belum steril dari tindak kekerasan. Hal ini sangat jauh dari nilai-nilai filosofi pendidikan. Buktinya, masih maraknya kekerasan di sekolah, penghukuman siswa oleh guru yang melampaui batas, dan penganiayaan (kriminalisasi) terhadap guru.
Kriminalisasi terhadap guru sering kali dipengaruhi oleh perlakuan guru dalam menghukum atau memberikan sanksi kepada siswa di mana hal ini dianggap sebagai bentuk penganiayaan. Ada juga ketika anak didik mengalami luka fisik, tetapi orangtua tidak tahu sendiri peristiwa penyebabnya. Dengan demikian, orangtua murid tidak terima dan berujung pada balas dendam serta melaporkan guru kepada kepolisian dengan tuduhan penganiayaan.
Tindakan yang sering kali disalahartikan sebagai tindakan kriminal berupa mencukur rambut murid yang gondrong, mencubit, menjewer telinga, dan pelanggaran etika murid karena membolos, merokok di sekolah, membawa gambar/video porno, merundung (mem-bully) temannya, dan lain-lain.
Aturan hukum
Pertanyaannya, apakah pemberian hukuman atau pemukulan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap anak didiknya dapat dikategorikan sebagai tindak kriminal (pidana)? Apa benar luka yang diderita anak didik selalu akibat perbuatan guru di sekolah?
Teguran dan hukuman yang diberikan oleh guru kepada muridnya, seperti yang sudah disebutkan tadi, pada dasarnya bertujuan baik, yaitu memberikan peringatan bahwa perbuatan siswa tersebut keliru dan supaya ada efek jera tidak mengulangi kesalahan serta supaya siswa memiliki karakter baik.
Dengan demikian, pemberian hukuman yang bersifat mendidik tidak dapat dijadikan alasan untuk memenjarakan seorang guru, apalagi melakukan main hakim sendiri dengan melakukan kekerasan terhadap guru. Apalagi sudah ada yurisprudensi Mahkamah Agung bahwa guru tidak bisa dipidana saat menjalankan profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa.
Apakah pemberian hukuman atau pemukulan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap anak didiknya dapat dikategorikan sebagai tindak kriminal (pidana)?
Namun, perlindungan hukum di Indonesia terhadap guru saat ini masih lemah. Hal ini terlihat dari fakta yang menunjukkan bahwa selama ini ketika seorang guru berhadapan dan terjerat dengan persoalan hukum, khususnya permasalahan hukum yang berkaitan dengan tugasnya sebagai guru, maka guru tersebut pun harus berjuang sendiri.
Masih miskinnya usaha pencegahan dan imperatif untuk mengonstruksi sekolah aman dan ramah buat guru dalam menjalankan tugas profesionalnya. Salah satu prinsip profesionalitas bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan dengan memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan sesuai Pasal 7 Ayat (1) Huruf h Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40 Ayat (1) Huruf d juga disebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual.
Pasal 39 Ayat (1) UU Guru dan Dosen secara tegas menyatakan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas. Sementara Ayat (2, 3, 4, 5) Pasal 39 merinci perlindungan guru dalam menjalankan tugas profesinya.
Perlindungan guru dalam melaksanakan tugas juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No 19/2017 tentang Perubahan atas PP No 74/2008 tentang Guru.
Pasal 40 Ayat (1) PP tersebut menegaskan guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas berbentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai kewenangan masing-masing. Ayat (2) rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas dimaksud diperoleh guru melalui perlindungan hukum, profesi, dan keselamatan kerja.
Selanjutnya pada Pasal 41 dijelaskan bahwa guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orangtua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
Dapat dipertimbangkan pula dibentuk Komisi Perlindungan Guru yang berfungsi dan bertugas menegakkan hukum perlindungan guru.
Seperangkat aturan hukum di atas sebenarnya sudah sangat jelas soal perlindungan terhadap profesi guru. Oleh karena itu, para siswa, orangtua/wali murid, masyarakat, satuan pendidikan, asosiasi profesi guru, institusi penegak hukum wajib menaati dan melaksanakan ketentuan hukum terkait perlindungan guru.
Kriminalisasi terhadap guru dapat dicegah dengan menggencarkan sosialisasi semua aturan hukum menyangkut perlindungan hukum guru. Dapat dipertimbangkan pula dibentuk Komisi Perlindungan Guru yang berfungsi dan bertugas menegakkan hukum perlindungan guru, menyelaraskan berbagai aturan sekolah, masyarakat, dan pemerintah dalam pelaksanaan tugas guru, mengawal kode etik dan profesionalisme guru, organisasi profesi guru, dan lain-lain.
Pasal 41 Ayat (2) dan Pasal 42 Huruf c UU Guru dan Dosen menjelaskan bahwa salah satu fungsi dan kewenangan organisasi profesi ialah memberikan perlindungan profesi guru. Semoga ini menjadi perhatian khusus Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang baru sebagai wujud kepedulian terhadap perlindungan hukum guru.
Selanjutnya, menjalin hubungan simbiosis mutualisme antara guru, siswa, orangtua, dan sekolah. Hubungan ini akan makin mempermudah dalam proses pengajaran, terwujudnya tujuan pendidikan, dan menghapus kriminalisasi guru. Alangkah baiknya, para siswa, orangtua, guru, dan sekolah melaksanakan hak dan kewajiban, peran, serta fungsinya dalam proses pendidikan daripada menganiaya dan mengkriminalisasi guru.
Pendidikan kita bernapaskan nilai-nilai Pancasila, maka setiap persoalan dan sengketa terkait dengan pendidikan harus diselesaikan dengan jalan dialog, kekeluargaan, dan musyawarah. Jangan terjadi lagi kasus-kasus guru yang dikriminalisasi gara-gara memberikan hukuman kepada muridnya atau tuduhan salah alamat. Jika masih terjadi, akan menjadi preseden buruk terhadap dunia pendidikan kita.
Sutrisno, Pendidik, Alumnus Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Artikel ini telah dimuat di Kompas.id pada 8 November 2024 10:00 WIB
Link Kompas.id https://www.kompas.id/baca/opini/2024/11/05/perlindungan-hukum-guru-masih-lemah?utm_source=whatsapp&utm_medium=shared&utm_campaign=tpd_-_website_traffic
0 komentar:
Posting Komentar