Puasa pada bulan Ramadhan merupakan
wahana yang ampuh untuk internalisasi nilai pendidikan karakter ke dalam diri
anak-anak atau peserta didik. Dalam dunia pendidikan, puasa Ramadan bisa
dimanfaatkan sebagai momentum memperkuat karakter siswa. Saat ini pendidikan
karakter ialah salah satu hal yang dikedepankan dalam dunia pendidikan. Dunia
pendidikan tidak hanya menanamkan pengetahuan yang modern, tetapi juga berupaya
membangun keyakinan dan pembentukan karakter peserta didik yang mampu
mengembangkan potensi dalam diri mereka.
Konstitusi mengamanatkan pembentukan
insan cerdas secara intelektual, cerdas emosional, berkepribadian, berkarakter
nilai-nilai luhur dan agama. Dengan porsi dominan pada pendidikan karakter di
sekolah dasar, mata pelajaran lebih sedikit, menekankan konten, tematik dan
menempatkan guru sebagai inspirator; diharapkan mendorong lompatan-lompatan
pemikiran siswa. Kita mendukung prioritas pendidikan karakter sejak tingkat
dasar, mengingat keberhasilan seseorang 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan
emosional, dan hanya 20 persen ditentukan kecerdasan otak (IQ).
Lantas, bagaimana upaya membangun
pendidikan berkarakter dalam bulan Ramadhan? Pertama, pendidikan karakter harus dimulai dari keluarga. Keluarga
menjadi institusi penting dalam membentuk pendidikan berkarakter bagi anak.
Jika keluarga gagal melaksanakan tugas tersebut, sekolah akan mengalami
kesulitan untuk menangani anak didik. Institusi keluarga memiliki tiga fungsi
penting, yakni fungsi pendidikan, fungsi agama, dan fungsi ekonomi. Dalam bulan
Ramadan, anak bisa dilatih dan diajarkan dengan nilai kejujuran, kedisplinan,
kesabaran, amanah, dan jiwa sosial. Keluarga menjadi ujung tombak keberhasilan
pendidikan karena keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak
dalam memberikan pemahaman yang benar seputar karakter. Di bulan Ramadhan
inilah, seseorang yang menjalankanya bisa mengamalkan nilai-nilai karakter yang
luhur tersebut, sebab subtansi dari puasa sendiri pada dasarnya adalah
nilai-nilai karakter itu sendiri.
Kedua, kepala sekolah, pendidik (guru),
dan tenaga kependidikan yang berkarakter. Yaitu orang-orang yang mampu
menjunjung tinggi kejujuran, moralitas, etika, tata krama, dan sopan santun
yang ke depannya akan menjadi teladan bagi para siswa. Proses transformasi ilmu
pengetahuan kepada peserta didik dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral.
Pendidik yang menjunjung tinggi nilai moral akan mengutamakan nilai moral
ketika berlangsungnya proses tranformasi ilmu dan keterampilan kepada peserta
didik.
Pendidik harus dapat dijadikan
panutan oleh peserta didik, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga,
dan masyarakat. Melalui keteladanan itulah diharapkan siswa mampu menyerap dan
menginternalisasikan apa yang mereka dengar dan apa yang mereka lihat dari
perilaku dan tindakan orang-orang di lingkungan sekolah ke dalam dirinya untuk
kemudian menjadi bagian dari kepribadiannya. Sekolah dan pihak terkait selama
Ramadhan dapat menyelenggarakan pesantren kilat atau kegiatan yang bernunasa
relegius, semisal tadarus, melatih siswa untuk kultum/khotbah, salat tarawih,
bhakti sosial, pelatihan zakat, dll. Dengan pembiasaan (conditioning) aktifitas di bulan Ramadan, maka terbentuk karakter
tersebut di luar bulan Ramadan. Sehingga ruh dan etos Ramadan senantiasa hadir
dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, pihak sekolah perlu membuat
semacam teknis pendidikan berkarakter. Pendidikan berkarakter bisa dimasukkan
menjadi bagian di dalam pembelajaran selama di rumah, rencana pembelajaran, dan
silabus yang dikemas di dalam kurikulum pendidikan semasa pandemi covid-19.
Serta membuat peraturan soal pendidikan karakter, misalnya: cara berpakaian,
dilarang merokok, bertato, dilarang menyebar foto/gambar yang tak pantas, dan
membawa barang-barang mewah dll.
Keempat, peran pemerintah. Disamping
memberikan dana, maka ada banyak hal yang semestinya dibenahi antara lain:
pemerintah harus berani memberhentikan kepala sekolah yang bertindak
diskriminatif, otoriter, dan menjadi raja-raja kecil yang tertutup, tanpa
memandang hubungan keluarga dan hutang politik, menindak tegas pelaku sogok
pada saat penerimaan siswa baru, para guru yang terlibat suap, birokrasi
sekolah yang menyusahkan rakyat miskin, dan pemberantasan pungli di lingkungan
pendidikan. Termasuk, menindak guru, kepala dan sekolah yang melanggar protokol
kesehatan sehingga membuat klaster baru sekolahan penularan covid-19.
Kebijakan dan implementasi
pendidikan yang berbasis karakter tentunya juga menuntut adanya dukungan yang
kondusif dari pranata politik, sosial, budaya, dan jati diri bangsa.
Pengambilan kebijakan pemihakan terhadap pembangunan karakter secara konsiten
ini mencerminkan karakter pemerintah yang sangat efektif dalam membangun
kesadaran dan semangat pelaku pendidikan. Jika hal tersebut di atas berhasil
dilaksanakan maka pemerintah akan semakin kuat legitimasinya sebagai garda
depan dalam pembentukan karakter.
Kelima, melibatkan masyarakat secara penuh
mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi. Makna karakter yang ingin
dibentuk pada peserta didik harus berasal dari masyarakat dan menjadi tanggung
jawab semua pihak, bukan hanya sekolah. Pilihlah pegawai pemerintah yang
eligible, berkarakter kuat, dan mau fokus dan bekerja keras dalam membangun
pondasi program ini. Program ini hanya bisa optimal jika penggeraknya adalah orang-orang
yang disegani karena dedikasi dan karakternya yang baik.
Pendidikan karakter sangat terkait
dengan kebijakan “Merdeka Belajar” yang di gagas Mendikbud Nadhiem Makarim.
Secara filosofi Merdeka Belajar berarti mengajarkan cara mendidik anak untuk menjadi
manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirnya, dan merdeka fisiknya.
Pendidikan karakter merupakan sarana efektif dalam mewujudkan merdeka belajar.
Merdeka belajar yang akan menciptakan SDM yang berkarakter unggul dan berakhlak
mulia. Di bulan Ramadhan ini, meraka para guru/tenaga pendidik penggerak,
kepala sekolah penggerak, pegiat pendidikan penggerak, dan semua orang
penggerak yang merdeka dalam pendidikan harus bergerak serentak mewujudkan
merdeka belajar. Mari ciptakan bangsa yang berkarakter dengan membenahi pola
pikir dan mentalitas kita selama ini dengan semangat merdeka belajar.
*Penulis
adalah Sutrisno, Guru SMPN 1 Wonogiri, Domisili: Jl Kencur Selatan I No 8 Pajang Laweyan Surakarta
*Artikel ini sudah diterbitkan oleh Harian SOLOPOS pada tanggal 13 Aril 2022.
0 komentar:
Posting Komentar