Dimuat Harian JOGLOSEMAR / Rabu, 14 Oktober 2009
Oleh Sutrisno
Pekan depan, para kandidat menteri mulai dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mengikuti proses fit and proper test. Banyak orang yang merasa sebagai tokoh,ikut berjasa,dan dekat dengan lingkaran Istana sudah pasti memiliki harapan besar namanya masuk daftar yang akan dipanggil Presiden. Yang menjadi pertanyaan kita, apakah yang menjadi tolok ukur seseorang bisa dipilih menjadi menteri, apakah karena ketokohannya, kedekatannya dengan lingkaran Istana, pernah merasa berjasa dengan Presiden dan lingkungannya? Kalau hal itu dijadikan indikator yang sangat dominan, kita merasa khawatir bahwa tim kabinet lima tahun mendatang tidak akan bisa memenuhi harapan yang lebih baik.
Namun ketika bukan hal itu yang dijadikan indikator,bisa dibayangkan berapa banyak mereka yang merasa menjadi tokoh, pernah berjasa, dan merasa dekat dengan lingkaran Istana menjadi kecewa ketika Presiden benar-benar tidak memasukkan namanya ke dalam susunan kabinet lima tahun mendatang. Memang, Presiden SBY akan menghadapi banyak dilema, di satu sisi harus bisa menyenangkan orang-orang dekatnya, termasuk mereka yang pernah merasa berjasa, tapi di sisi lain Presiden tidak bisa bekerja dengan perencanaan yang baik untuk
Bagi SBY, itu sepertinya juga keharusan sebab merupakan periode kedua atau terakhir bagi beliau memimpin negeri ini. Dengan demikian, SBY dapat diyakini berusaha keras membentuk kabinet yang mapan, lebih baik dibanding kabinet saat ini. Perkiraan itu jelas sangat menggembirakan karena jika itu yang terjadi, dipastikan kinerja pemerintah sepanjang 2009-2014 berjalan lebih baik dan dapat membahwa kemajuan bagi bangsa dan negara.
Sejauh ini, SBY telah memperoleh masukan dari banyak pihak mengenai siapa yang layak menjadi pembantunya dalam mengarungi pemerintahan periode 2009-2014. Tak kurang 100 nama sudah masuk di kantongnya, dan dari sekian jumlah tersebut, kemungkinan besar akan dipilih 34 menteri sesuai dengan undang-undang.
Idealnya, kabinet kerja 2009-2014 itu terdiri atas 100% kaum profesional. Namun, walaupun akhirnya kabinet kerja itu harus bercampur antara kaum profesional dan para politisi (baca: kader partai politik), menurut para pakar, komposisi yang ideal adalah 70% untuk kaum profesional dan 30% untuk para politisi.
Tentu saja ini untuk menghindari terjadinya vested interest yang bakal bertebaran jika kabinet diisi kader-kader politik. Padahal ada terlalu banyak masalah yang harus diselesaikan
Pembentukan kabinet dari kalangan profesional (zaken kabinet) akan lebih memudahkan presiden terpilih membentuk kerja sama tim dan membangun loyalitas yang solid. Dengan kemenangan satu putaran dan perolehan suara mayoritas, memungkinkan pasangan SBY-Boediono memiliki legitimasi cukup untuk merekrut kabinet yang betul-betul kapabel. Berkaca pada pengalaman pemerintahan
Dalam membentuk pemerintahan yang kuat, pemerintah memerlukan dukungan dari legislatif atau DPR. Dalam relasi politik dengan parlemen, jelas bahwa politik SBY terjamin aman. Posisi Ketua DPR yang dipegang Partai Demokrat adalah simbol dari jaminan itu. Tetapi lebih dari itu, jaminan stabilitas Pemerintahan SBY akan dipastikan oleh distribusi kursi kabinet mengikuti tuntutan partai-partai pendukung dalam pemilu lalu. Penjatahan kursi kabinet pada tiga atau empat partai besar pendukung koalisi sudah pasti akan dilakukan SBY, karena hanya itu sesungguhnya jaminan adanya stabilitas pemerintahannya nanti.
Diperkirakan SBY akan memegang rumus 3C. 3 C tersebut adalah cluster, competencies, dan chemistry. Dengan cluster, SBY akan mempertimbangkan calon menterinya dalam perhitungan politik, kewilayahan, gender, agama, dan etnis. Competencies mempertimbangkan apakah calon menteri masuk kategori akademisi, praktisi, pengusaha, birokrat atau militer. Dan terakhir chemistry, yakni faktor yang mempertimbangkan jender, profesi, etnis, usia, agama, dan representasi daerah.
Kita tunggu saja apa hasil wawancara SBY dengan para kandidat menteri. Kita harap semua sesuai nilai-nilai ideal yang sering dilontarkan SBY di berbagai kesempatan. Kita juga tidak ingin melihat adanya kekuatan politik yang “mutung” karena hanya dapat satu atau tidak dapat sama sekali kursi di kabinet, lalu menyatakan diri menjadi partai oposisi.
Angan-angan kita ialah para anggota kabinet nanti adalah orang-orang terpilih yang memiliki visi dan kerja keras membangun bangsa, bukan visi untuk membangun diri, keluarga, atau kelompoknya semata. Kita harapkan dari kabinet Presiden SBY bukan sekadar berpijak pada kepintarannya, tetapi unsur-unsur mau bekerja keras, mempunyai visi membangun
0 komentar:
Posting Komentar